Harga Minyak Jatuh di Tengah Kegelisahan Resesi dan Pembatasan Covid-19 di China

Harga Minyak Jatuh di Tengah Kegelisahan Resesi dan Pembatasan Covid-19 di China

Harga Minyak Jatuh di Tengah Kegelisahan Resesi dan Pembatasan Covid-19 di China

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, MELBOURNE – Harga minyak turun sekitar 1 dolar AS pada perdagangan hari ini, Senin (11/6/2022). Penurunan ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terjadinya resesi dan penguncian Covid-19 di China yang dapat memukul permintaan minyak.

Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 82 sen atau 0,8 persen menjadi 106,20 dolar AS per barel pada pukul 03.14 GMT, setelah naik 2,3 persen pada perdagangan Jumat (8/7/2022) lalu.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot hingga 1 persen atau 1,04 dolar AS menjadi 103,75 dolar AS per barel.

Baca juga: Harga Minyak Naik 2 Persen, di Tengah Kekhawatiran Penurunan Permintaan yang Dipicu Resesi

Brent dan WTI mencatat penurunan mingguan pada pekan lalu, akibat pasar yang bergejolak akibat meningkatnya kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga yang dapat memicu terjadinya resesi dan mengurangi permintaan minyak.

“Posisi beli bersih dalam minyak mentah berjangka WTI sekarang berada di level terendah sejak Maret 2020, ketika permintaan runtuh di tengah wabah awal COVID-19. Ini terlepas dari tanda-tanda pengetatan yang sedang berlangsung,” kata seorang analis di ANZ Research.

Sementara pada hari Minggu (10/7/2022) kemarin, jumlah kasus Covid-19 di China meningkat dari hari sebelumnya, menimbulkan kekhawatiran diberlakukannya kembali lockdown yang lebih luas setelah subvarian Omicron baru ditemukan di Shanghai.

Baca juga: Harga Minyak Tergelincir karena Kekhawatiran Resesi Menyurutkan Prospek Permintaan Global

Kegelisahan di pasar bahan bakar bertambah setelah negara-negara Barat berencana menerapkan pembatasan harga minyak Rusia, yang diperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin dapat berisiko membuat harga energi semakin melonjak.

Selain itu, pemeliharaan pipa Nord Stream 1 pada 11 Juli hingga 12 Juli mendatang, telah mengguncang pasar energi. Banyak pihak khawatir Moskow akan memperpanjang penutupan pipa yang membawa gas Rusia ke Jerman ini.

“Masalah besar untuk pasar saat ini, lupakan berita utama COVID dan Biden, apakah Nord Stream akan (dibuka) kembali,” kata Managing Partner di SPI Asset Management, Stephen Innes.

Innes menambahkan, jika pipa Nord Stream 1 tidak dibuka kembali hingga 22 Juli, dikhawatirkan dapat mempengaruhi permintaan gas Eropa, yang dapat memacu perlambatan ekonomi dan konsumen berpindah menggunakan minyak.

“Sampai kita terbebas dari peristiwa risiko besar itu, kita akan tetap berada dalam lingkaran baik dan buruk di pasar minyak,” kata Innes.

Pasar bahan bakar semakin bergejolak saat pengadilan Rusia pada pekan lalu menangguhkan aliran minyak mentah dari Kazakhstan yang melalui Konsorsium Pipa Kaspia (CPC). Pipa ini membawa sekitar 1 persen pasokan minyak global.

Sedangkan menurut jadwal pemuatannya, ekspor minyak mentah CPC Blend akan meningkat menjadi 5,45 juta ton untuk bulan Agustus, dari sebelumnya 4,86 juta ton pada bulan Juli.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!