Geramnya Adik Brigadir J, Dilarang Pakaikan Baju Terakhir ke Kakaknya hingga Tak Boleh Lihat Jenazah

jurnal-rakyat.com – Adik Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Bripda Mahareza Rizky Hutabarat, begitu menahan emosi karena dipersulit saat mengurus jenazah sang kakak setelah peristiwa penembakan di rumah Ferdy Sambo, Jumat (8/7/2022).

Reza bercerita, setelah diberi kabar soal kematian kakaknya dia bertolak ke Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Jenazah Yosua diotopsi di rumah sakit itu.

Di rumah sakit tersebut banyak anggota Polri yang berjaga, khususnya personel Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam).

Dia menunggu lama hingga proses otopsi selesai pada Sabtu (9/7/2022) dini hari. Sekitar pukul 03.20 WIB, dokter forensik yang menangani jenazah Yosua keluar dari ruang otopsi dan menghampiri Reza.

Dokter menjelaskan bahwa proses otopsi sudah selesai dan jasad Yosua kini sedang dibersihkan karena ada luka tembak.

Belum selesai memberikan penjelasan, ucapan dokter itu dipotong oleh seorang personel Polri. Reza mengaku lupa nama polisi itu, hanya dia ingat bahwa sosok tersebut personel Propam Polri berpangkat komisaris besar (kombes).

“Ketika dokter itu sampai di omongan seperti itu, ada anggota (Polri) yang menghentikannya, saya lupa namanya, (polisi itu bilang) ‘cukup dok’. Langsung tarik,” kata Reza dalam tayangan program Rosi Kompas TV, Kamis (27/10/2022).

Tak lama, Reza menghampiri dokter tersebut. Namun, dia tak bertanya soal luka-luka di tubuh kakaknya, melainkan meminta izin untuk memakaikan baju ke jasad Yosua untuk yang terakhir kali.

“Dok, izin, apakah nanti setelah pembersihan saya boleh memasang pakaian almarhum yang terakhir kali?” kata Reza saat itu.

“Oh boleh, kan bapak adik kandungnya, keluarga satu-satunya di Jakarta,” jawab dokter tersebut.

Setelahnya, Reza minta izin ke atasannya ketika itu, Kepala Yanma Polri, untuk memakaikan pakaian ke jasad kakaknya. Namun, atasan Reza menyuruhnya meminta izin ke anggota Provos Divpropam Polri yang bertugas.

Reza lantas meminta izin ke sosok Kombes Divpropam Polri yang sebelumnya memotong ucapan dokter forensik saat berbincang dengannya.

“Izin, Komandan, apakah saya boleh memakaikan pakaian almarhum yang terakhir kali?” tanya Reza.

“Tunggu ya,” ucap kombes yang tak diketahui namanya itu.

Setelahnya, Reza hanya diminta menunggu. Sosok kombes tersebut mulanya menyebut bahwa jasad Yosua sedang disuntik formalin.

Reza menunggu cukup lama dan tak kunjung dapat kepastian. Sampai-sampai dia harus meminta izin empat kali ke kombes tersebut untuk memakaikan pakaian ke jenazah kakaknya.

Namun, hasilnya nihil. Adik kandung Yosua itu akhirnya tak dapat kesempatan memakaikan pakaian terakhir untuk sang kakak.

“Udah kamu tunggu sini aja. Itu lagi dipakaikan celananya,” kata kombes tersebut.

“Komandan, saya ini adik kandungnya loh, saya keluarga satu-satunya di Jakarta, saya izin untuk memakaikan pakaian almarhum aja terakhir kali,” jawab Reza yang sudah mulai emosi.

Namun, Reza tetap tak diizinkan. Meski geram, polisi berpangkat bripda itu hanya bisa diam dan menenangkan diri.

Upaya Reza tak berhenti sampai di situ. Dia sempat meminta izin untuk mengangkat jenazah Yosua ke dalam peti yang telah disiapkan. Tetapi, lagi-lagi mendapat penolakan.

“Izin, Komandan, saya boleh nggak untuk yang terakhir kali aja ini mengangkat jenazah abang saya ke dalam peti?” pinta Reza ke kombes tadi.

“Udah, tunggu sini aja, nanti juga beres sendiri,” jawab kombes tersebut.

Suasana saat itu cukup tegang karena ada beberapa anggota Polri yang juga berjaga di dekat ruang otopsi, seolah mencegah dan menghalangi Reza agar tak memaksa masuk.

Reza mengakui bahwa ketika itu dirinya marah, namun tak bisa berbuat banyak. Sekuat tenaga dia menahan emosinya.

“Marah, cuma tetap harus bisa menahan emosi juga. Mau nggak mau dalam hati, jangan sampai melakukan hal bodohlah,” katanya.

Reza mengatakan, dirinya baru bisa melihat almarhum Yosua ketika jasad sang kakak sudah dimasukkan ke dalam peti.

Saat itu, yang terlihat hanya wajah Yosua dengan pakaian rapi. Sementara luka-luka di tubuh ajudan Ferdy Sambo itu tidak tampak karena tertutupi baju.

Setelah proses di RS Kramat Jati tuntas, jenazah Yosua diterbangkan ke rumah duka di Jambi. Reza dan sejumlah anggota Polri turut serta.

Sebagaimana diketahui, kasus kematian Brigadir Yosua bergulir sejak pertengahan Juli 2022. Kini, kasus tersebut telah sampai di tahap peradilan di meja hijau.

Dalam kasus ini, lima orang dijerat pasal pembunuhan berencana terhadap Yosua. Mereka yakni mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma’ruf.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku telah dilecehkan oleh Yosua di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.

Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.

Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.

Mantan jenderal bintang dua Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

error: Content is protected !!