CEK FAKTA: Tidak Benar MK Legalkan Zina dan LGBT, Simak Fakta Sebenarnya

Merdeka.com – Beredar unggahan di media sosial yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah melegalkan zina dan LGBT di Indonesia. Informasi ini menjadi viral setelah pada tahun 2017 MK menolak permohonan seorang pemohon yang meminta perluasan terhadap pasal zina pada Undang-Undang Hukum Pidana.

Presidennya ngaku muslim
Wapres ulama
Penasehatnya habib
Tapi kok zina dan LGBT dilegalkan ya?” narasi dalam unggahan tersebut.

tidak benar mk legalkan zina dan lgbt simak fakta sebenarnya

istimewa

Penelusuran

Hasil penelusuran, dilansir dari Kompas.com, dalam artikelnya pada tahun 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan penjelasan menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kala itu, Juru Bicara MK Fajar Laksono menegaskan, dalam putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016, Mahkamah tidak melegalkan perbuatan seksual sejenis.

“Tidak ada satu kata pun dalam amar putusan dan pertimbangan Mahkamah yang menyebut istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender), apalagi dikatakan melegalkannya,” ujar Fajar melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/12/2017).

Fajar mengatakan, dalam permohonan tersebut, pemohon meminta MK memperjelas rumusan delik kesusilaan yang diatur dalam ketiga pasal tersebut.

Sementara, terhadap pokok permohonan, seluruh hakim konstitusi mempunyai perhatian yang sama terhadap fenomena yang dipaparkan Pemohon. Namun, lima hakim berpendapat bahwa substansi permohonan dimaksud sudah menyangkut perumusan delik atau tindak pidana baru yang mengubah secara mendasar baik subjek yang dapat dipidana, perbuatan yang dapat dipidana, sifat melawan hukum perbuatan tersebut, maupun sanksi/ancaman pidananya.

“Sehingga hal itu sesungguhnya telah memasuki wilayah ‘criminal policy’ yang kewenangannya ada pada pembentuk undang-undang, DPR dan Presiden,” kata Fajar.

Fajar menegaskan, putusan MK pada substansinya memberikan pemaknaan terhadap suatu norma undang-undang, baik memperluas atau mempersempit norma tersebut. Meski demikian, hal itu terbatas pada undang-undang yang bukan mengubah sesuatu yang sebelumnya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana, yang berakibat seseorang dapat dipidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang.

“Karena kami concern terhadap fenomena sosial yang dikemukakan oleh Pemohon dalam putusan itu, Mahkamah sudah menegaskan agar langkah perbaikan perlu dibawa ke pembentuk undang-undang untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang delik kesusilaan tersebut,” papar Fajar.

Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh seorang pegawai negeri sipil, Euis Sunarti bersama sejumlah pihak. Pemohon dalam gugatannya meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.

Terkait Pasal 285, pemohon meminta MK menyatakan bahwa pemerkosaan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki. Sementara, pada Pasal 292, pemohon meminta dihapuskannya frasa “belum dewasa”, sehingga semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual harus dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik belum dewasa atau sudah dewasa.

Dalam putusannya, MK menilai dalil para pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum karena pada prinsipnya permohonan pemohon meminta Mahkamah memperluas ruang lingkup karena sudah tidak sesuai dengan masyarakat. Hal itu berakibat pada perubahan hal prinsip atau pokok dalam hukum pidana dan konsep-konsep dasar yang berkenaan dengan suatu perbuatan pidana. Artinya, secara substansial, pemohon meminta MK merumuskan tindak pidana baru yang merupakan wewenang pembentuk undang-undang.

Kesimpulan

Klaim MK melegalkan zina dan LGBT adalah tidak benar. Faktanya, MK menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bukan berarti melegalkan zina. Pemohon meminta MK merumuskan tindak pidana baru, namun MK tidak berwenang membuat norma baru, sehingga permohonan yang ditolak.

Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan. Pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Referensi

https://www.kompas.com/nasional/read/2017/12/18/20155601/penjelasan-mk-soal-tuduhan-putusan-yang-melegalkan-zina-dan-lgbt?page=all
https://turnbackhoax.id/2022/06/30/salah-mk-legalkan-zina-dan-lgbt/

[noe]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!