jurnal-rakyat.com – Kemarin Partai Buruh menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, dekat Istana Negara, Jakarta Pusat. Disebut-sebut, sebanyak 7 ribu massa aksi hadir di lokasi aksi yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia.
Aksi dimulai dengan massa aksi berkumpul di kawasan Ikatan Restoran dan Taman Indonesia (IRTI) Monas dan melakukan long march ke arah Patung Kuda. Ratusan bus terlihat memenuhi sisi-sisi jalan Medan Merdeka Selatan, hingga lalu lintas sempat ditutup sementara dengan bantuan aparat kepolisian.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan, aksi ini digelar demi menyuarakan penolakan terhadap isi Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam hal ini, terdapat 9 isu yang disoroti oleh para buruh.
Kesembilan isu tersebut antara lain upah minimum, tenaga alih daya atau outsourcing, karyawan kontrak, pesangon, PHK, pengaturan jam kerja, pengaturan cuti, tenaga kerja asing, dan yang terakhir yaitu menyangkut beberapa sanksi pidana yang dihapuskan.
Said Iqbal mengatakan, isu yang paling disorotinya ialah soal upah minimum (UM). Pihaknya menolak keras formula UM terbaru yang terkandung dalam Perppu tersebut. Dalam hal ini, buruh menolak penggunaan indeks tertentu.
“Perppu tentang upah minimum adalah kembali ke rezim upah murah. Di mana kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks harga tertentu,” katanya, kepada media, di Patung Kuda, Istana Negara, Jakarta Pusat, Sabtu (14/01/2023).
“Di seluruh dunia tidak ada UM pakai indeks-indeks tertentu. Karena ukuran indeks tertentu sulit untuk mengukur secara metode ilmiah. Yang ada 2 ukuran, menggunakan makro ekonomi berarti inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Itulah yang diminta partai buruh dan konstituennya,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Said Iqbal juga menyoroti isi pasal berikutnya yang menyebut kalau formula upah minimum dapat berubah menyesuaikan dengan kondisi ekonomi. Menurutnya, pasal tersebut kontradiktif dengan pasal sebelumnya.
“Tidak pernah di seluruh dunia dalam UU, satu pasal menegasikan atau menghilangkan pasal lain yang ada di penjelasan tersebut,” katanya.
Oleh karena itu, Said Iqbal mengatakan, pihaknya menuntut pemerintah menggunakan standar internasional. Atau paling tidak standar living cost alias standar hidup layak, di mana Indonesia sendiri sudah punya sekitar 60 indikator standar hidup layak.
Lebih lanjut, Said Iqbal mengatakan, Perppu tersebut melegalkan perbudakan modern dalam wujud izin outsourcing.
“Negara telah melegalkan kembali perbudakan modern. Hanya satu-satunya negara Indonesia di dunia yang memperbolehkan perbudakan zaman modern! Modern slavery,” katanya.
Said Iqbal menegaskan, pihak buruh menginginkan pemerintah untuk tetap berpegang pada Undang-Undang No. 13 tahun 2003 yang melarang adanya outsourcing, terkecuali untuk 5 bidang. Bidang tersebut antara lain catering, security cleaning service, driver dan jasa penunjang perminyakan.
“Di Perppu justru negara membolehkan perbudakan modern. Karena di situ pasalnya perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksana pekerjaan kepada perusahaan alih daya. Kok negara memperbolehkan perbudakan?” katanya.
“Memangnya negara agen outsourcing? Catat itu. Negara menempatkan diri sebagai agen outsourcing melalui Perppu,” tambahnya.
Said Iqbal menekankan, aksi ini merupakan aksi awalan. Pihaknya akan terus berjuang dan menggelar aksi lanjutan untuk menyuarakan kesembilan tuntutannya itu dan menolak Perppu Cipta Kerja.